Dulu..
Ketika lingkaran kecil itu masih membentuk lingkaran seutuhnya, kau
masih tetap ceria untuk mengeluarkan keluh kesahmu di sana. Berdiskusi
bersama, tertawa, bahkan menangis tersedu-sedu. Kau menghayati setiap
cerita yang dilontarkan oleh setiap individu di penghujung pertemuan
lingkaran.
Ya, itu dulu. Ketika ukhuwah itu terjalin begitu mudahnya. Tempat
pertama kali kita dikumpulkan, di sebuah ruangan besar yang begitu teduh
itu masih berbekas di ingatan. Betapa repotnya kita saling tunjuk
menunjuk ketika memilih seorang “mas’ulah” atau ketua yang akan menjaga
keutuhan lingkaran tersebut.
Sekarang lain ceritanya. Berbinarnya matamu untuk mendatangi seminar
Internasional X. Langkahmu tanpa beban mendatangi rapat A, B, C dan D.
Senyummu merekah untuk rihlah bersama teman se-perjuangan katanya.
Begitu banyak alasan yang dilontarkan hingga rasa malas untuk mendatangi
lingkaran itu pun begitu besar. Melingkar seperti robot yang sebenarnya
tak tahu ia dapatkan apa di sana. Hanya berjalan, duduk, mendengarkan,
tertawa, bahkan ngantuk karena padatnya aktivitasmu di kampus.
Apa yang membuat lingkaran itu kini tak menarik ukhti?
"Mentornya kurang kreatif, hanya itu2 aja agendanya. Kumpulnya cuma 2 jam. Lihat lingkaran lain, mereka bisa sampai 3-4 jam "
Sejatinya, kuantitas bukan segalanya. Yang terpenting adalah
bagaimana materi itu sampai pada “hati” kita. Menyentuh hati, itulah
tujuan sebenarnya proses tarbiyah ini. Agar hati-hati kita yang gersang,
sempit dan keruh karena problematika selama sepekan itu kembali
dipenuhi ruh-ruh yang semangat ber fastabiqul khairat. Bukan dari
lamanya ia mendapatkan materi atau berhaha-hihi bersendu ria dengan
curhatan-curhatan kita. Bukan.
" Yang datang cuma itu-itu aja, bosen. Masa cuma berdua?"
Itulah fitrah kebaikan, sunatullah bahwa tarbiyah adalah proses
seleksi. Wajah ketika lingkaran yang solid itu kini kian berubah hingga
mungkin hanya berbentuk segiempat, segitiga atau bahkan garis lurus
antara 4 mata saja.
Terkadang memang banyak alasan yang membuat “lingkaran keci” ini tak
menarik bagi kita. Jauhnya jarak menuju tempat lingkaran tersebut
berada, sempitnya waktu yang kita miliki, kondisi alam yang tak menentu
membuat noda ketidakikhlasan di hati kita muncul begitu saja. Apakah
berjama’ah tidak lebih menarik bagimu?
Harus dipahami bahwa lingkaran kecil ini bukan hanya sebatas majelis
ilmu maupun sarana pengikat ukhuwah. Jika engkau mengininkan ilmu, bukan
di lingkaran ini tempat utamanya. Bukan. Datangi saja majelis ilmu
manapun. Jika engkau mengingkan sarana ukhuwah, bukan lingkaran ini pula
tempatnya. Kau bisa bersilaturahmi ke sanak saudara, ikut dalam
kepanitiaan manapun yang kau mau.
Lingkaran ini seyogyanya adalah sebuah metode, sebuah cara, sebuah
strategi, sebuah teknik agar kebaikan ini berjalan di atas keteraturan.
Dari sel-sel yang kecil hingga organ lalu bertumbuh lagi menjadi
organisme yang hidup dan bergerak (berharokah). Ia adalah basis terkecil
dari sebuah jamaah besar yang membentuk rangkaian rantai yang kuat.
Maka ketika meninggalkan lingkaran kecil ini, kau tetap bisa
mendapatkan ilmu. Kau bisa merasan ukhuwah islamiyah di luar sana. Tapi
TIDAK bisa merasakan peran dalam sebuah gerakan dakwah yang besar
membentuk barisan yang rapi dan teratur.
Padahal seudah beribu kali mungkin kau mendengar ini . Semestinya
kebaikan itu teroganisir dengan baik. Agar ia bisa mengalahkan kebatilan
yang terorganisir dengan baik.
Sebelum kita menyalahkan kondisi, tanyakan pada hati kecil kita.
Apakah hati kita sudah cukup bersih dari karat “malas” ? Apakah pintu
hati kita terbuka ketika berada di lingkaran itu? Atau bahkan kitalah
sebenarnya yang menginginkan pintu itu tak terbuka maupun tak terkunci?
Mungkin saja proses tarbiyah itu tak bekembang selama ini. Mungkin saja
materi yang masuk dalam otak kita tidak menyatu dalam ruh-ruh kita.
Mungkin saja terlalu cintanya kita akan dunia hingga “hidayah” hanya
datang menghampiri kita, cukup di sana. Tak ada perkembangan yang begitu
berarti, bahkan mungkin stagnan.Tak ada proses mencari tahu, menggali
informasi lebih banyak, memfilternya hingga akhirnya bisa dicerna oleh
fikr dan ruh kita.
Artikel ini hanyalah sebuah refleksi bagi diri-diri kita mungkin
termasuk saya pribadi untuk kembali “tidak menganak-tirikan” lingkaran
kecil itu (lagi). Wallahu a’lam.
Read More...