Jika
kita berbicara dunia pasca kampus, berapa orang sih yang siap memasukinya? Saya
percaya bahwa setiap orang punya pilihan masing-masing ketika ia memikirkan
identitas apa yang akan dia kenakan di setiap fase kehidupannya. Setelah fase
anak-anak, identitas apa yang akan dia pakai ketika remaja? Menjadi remaja kutu
buku? Aktivis? Anak nongkrong? Atau bahkan tidak memiliki identitas apapun?
Setiap orang pada akhirnya harus menentukan pilihannya. Ketika kita masih
berlindung di balik keperkasaan ayah atau kehangatan seorang ibu, kita ingat
pertanyaan yang sering kita jawab secara spontan. “Mau jadi apa kalau jadi
besar?” Notabene seorang anak akan mencari jawaban yang familiar di telinga,
entah menjadi guru atau dokter. Dua identitas tersebut mungkin tampak hebat di
matanya kala itu. Lantas, ketika ia sudah berada di tingkat kritis mahasiswa
tingkat akhir barulah ia menyadari betapa klise jawabannya. Tidak salah
ciwi-ciwi yang sudah mendekati detik-detik lengsernya jabatan mahasiswa
mengalami tingkat kegalauan yang lebih besar dibanding adik-adiknya yang masih
unyu-unyu di tingkat pertama. Hal ini terjadi ketika kita memang belum memiliki
tujuan hidup yang jelas di setiap fase kehidupannya. Bahkan tak sedikit juga di
antara kita yang belum mengetahui potensi, kekurangan,dan kelebihan yang dia
miliki. Oleh karena itu, syarat pertama untuk menebas kegalauan tentang
identitas apa yang akan kita pakai di dunia pasca kampus adalah kenali potensi
kita. Rencanakan hidup kita 5 hingga 10 tahun ke depan. Menjadi mahasiswa lagi?
Lanjut kerja menjadi seorang pegawai? Atau nikah dan menjadi seorang ibu?
Saat
ini saya masih setuju dengan pendapat bahwa kuliah S1 pada dasarnya adalah
membekali mahasiswa untuk menyiapkan diri di dunia nyata, yang sangat berbeda
dengan apa yang diajarkan dosen. Terlalu nyaman jika kita hanya sibuk belajar
di kelas tanpa membekali diri kita dengan kemampuan lain selama 4 tahun. Pada
dasarnya kita berhak memakai identitas apapun selama itu adalah pilihan terbaik
menurut kita. Pun dengan saya yang ingin memakai kembali identitas mahasiswa
setelah menghadapi pasca kampus. Kuliah lagi, menjadi seorang research student. Tak jarang teman-teman saya keheranan ketika
melihat saya masih semangat kuliah dan ingin menekuni lagi bidang yang
bersinggungan ilmu komputer. Bidang yang
tak banyak ditekuni oleh seorang wanita yang sarat dengan dunia STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematic).
Banyak
yang berpandangan bahwa seorang wanita tidak perlu kuliah tinggi-tinggi toh
akhirnya balik lagi ke dapur. “Kita hidup kan gak cuma buat kuliah tapi perlu
berkarya”. Yap, betul sekali. Tapi bukan berarti berkarya harus dengan
menghebat di perusahaan bonafit semata atau di balik pangkat seorang pegawai
negeri. Kita bisa buat karya itu lahir dari pemikiran-pemikiran kita, kan?
Jadi, opsi lanjut kuliah bisa dilakukan oleh mahasiswa yang memang passion dengan dunia pendidikan, riset,
dan hal-hal berbau ilmiah. Rasanya wajar bagi mahasiswa FMIPA yang arahan ke
depannya adalah menjadi seorang dosen atau peneliti. Lanjut kuliah S2 bahkan
sampai S3 mungkin pilihan yang tepat jika dunia lab dan riset adalah passion nya. Lalu, bagaimana dengan
mahasiswa yang tidak termasuk di dalamnya? It’s up to you! Pahamilah potensi
diri, petakan cita-citamu. Meminta petunjuk pada Allah untuk diberikan yang
terbaik bagi masa depanmu.
Bagaimana
jika sudah lanjut kuliah, tapi ternyata takdir berkata bahwa kamu tidak berhak
menjadi seorang peneliti atau pun dosen? Lantas, sia-sia kah? Jawabannya tentu
tidak. Lanjut kuliah S2 sampai S3 bukan masalah hanya mengejar gelar untuk
mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Ada banyak manfaat yang dapat diraih
dari seorang wanita yang memilih berpusing-pusing ria dengan thesisnya. Sebelum
menjadi perantara generasi selanjutnya, bukankah seorang anak berhak dilahirkan
dari seorang ibu yang cerdas dan mencerdaskan? Seorang anak membutuhkan ibu
yang terus tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan generasi sang anak.
Jadi, tak usah ragu bagi yang senang menantang dirinya untuk menjadi pembelajar
sejati.
Lanjut
kerja pun tak ada salahnya jika memang kebutuhan terbesar setelah pasca kampus
adalah membahagiakan orang tua dengan hal-hal bersifat materi. Jika menjadi
wanita karir memang menjadi pilihan, pastikan itu tidak akan menghambat
langkahmu untuk terus berada di jalan kebaikan yang Allah ridhoi. Begitu pun
jika memilih opsi ke-3 : menjadi seorang ibu dengan menikah terlebih dahulu.
Bila Allah sudah pertemukan jodohnya, mengapa tidak? Jika belum? Hanya ada dua
pilihan : kerja atau kuliah? Silakan temukan passion dan sesuaikan dengan kebutuhannya. Poin pentingnya adalah
apapun pilihan itu, pastikan kita akan terus menebarkan kebaikan dengan
identitas yang kita pilih di dunia pasca kampus nanti. Selamat memilih! :)