Jumat, 23 Desember 2011

Harapan itu masih ada

Leave a Comment
Sebenarnya bingung saya mau nulis apa sekarang. Notebook yang saya namakan "whitey" karena skinnya berwarna putih ini sudah standby sejak subuh. Kasian kan kalo dibiarin nganggur (aduh apa deh...) Akhirnya terbesit untuk "ngepost" lagi di blogger setelah sekian lama (sekian lama...aku menunggu... :P) vakum di dunia per bloggeran. Mumpung lagi ada mood buat nulis (nulis apa curhat?) Ini bukan tentang lirik "Harapan itu masih ada" nya ShouHar. Daripada ga ada judul lain, ya terpaksa asal2an saja s aya tulis saja. Terus tentang apa? Simak saja ya ceritanya dan buat kesimpulan sendiri tentang makna judul ini.

Setiap kali ditanya apa sih cita-cita kamu? Sejenak aku berpikir, mempertimbangkan kembali apa cita-cita saya sesungguhnya. Oke, secara formal sering sekali sayakatakan jadi programmer. Toh, saya mahasiswa Ilmu Komputer sudah pasti berkecimplung di dunia pemrograman berteman dengan algoritma, kalkulus 1-lanjut, bahasa C, D,E,F,G haha cukup! cukup mengerikan kalo saya sebutin satu persatu.

Harapan itu beti (beda tipis) dengan mimpi. Hanya saja, saya gak mau nyebut mimpi dalam konteks ini walaupun faktanya ujung2nya mimpi juga (yaelah..... gubrak!!) Dari berbagai harapan yang ada saya akumulasikan dalam satu ide pokok : kebahagiaan. Harapan saya ingin membahagiakan orang tua saya, orang-orang di sekeliling saya, dan orang-orang terdekat saya. Sebenernya, ide menulis harapan ini bermula dari tugas mata kuliah kewirausahaan tentang mimpi selama 5 tahun dan 10 tahun mendatang. Di lembar tugas, saya memang hanya menulis 4 poin utama mimpi saya. Faktanya, mimpi / harapan saya (tuh kan ujung2nya mimpi...) bejibun sodara-sodara!




1. Be Inspiring Student
Ide ini tergagas ketika mba ....** (Lupa namanya, afwan mba ) diundang sebagai pembina apel asrama setiap pagi sewaktu masih tingkat matrikulasi. Oh iya, sebelumnya mahasiswa di IPB pada tingkat 1 memang diwajibkan untuk jadi insan asrama selama 1 tahun. Dengan lancarnya beliau memaparkan kehidupan asramanya yang awalnya terasa berat ia lakoni secara bertahap (maklum katanya, mantan anak mami) hingga akhirnya beliau jadi mapres. Subhanallah. Selain berprestasi secara akademik dengan IPK lebih dari 3,5 beliau mampu menyabet kejuaraan non-akademik dengan mengikuti perlombaan Paper yang mengantarkan dirinya ke negeri Sakura. Aduh mbak... pengen rasanya saat itu saya yang ada di sana #gigitjari. Meskipun gak terobsesi jadi mapres, boleh lah jadi aktivis :D

Yang bikin patut diacungi jempol, beliau juga adalah seorang aktivis dakwah yang tidak hanya memikirkan kepentingannya sendiri tapi juga berkontribusi demi kepentingan ummat (masyarakat). Secara otomatis, paper yang beliau tulis menjadi sarana dakwah yang efektif untuk membuktikan bahwa seorang muslimah juga bisa berprestasi!


Untuk poin pertama sebagai "mapres" saya agak sangsi bisa nulis paper dan diterima sehingga bisa dipresentasikan di luar negeri meskipun english skill saya juga ga jelek-jelek amat lah. hehe. Saya pesimis untuk menghasilkan tulisan-tulisan baik meskipun saya tahu butuh proses untuk menjadi "besar". Paradigma dan dogma semua hal butuh "bakat" masih menancap di pikiran saya. Perasaan bahwa saya tidak punya bakat di dunia tulis menulis adalah dinding pembatas yang entah kapan bisa saya robohkan. Yang penting menjadi muslimah yang menginspirasi, itu lebih dari cukup :D

2. IPK TPB (Tingkat Persiapan Bersama) minimal 3,0
Saya bukan orang yang berambisi berlebihan untuk mencapai target maksimal, tapi saya juga bukan orang yang tidak punya target. Sebenarnya, nilai UTS kemarin cukup memuaskan. Sudah dapat nilai A, AB dan B untuk beberapa mata kuliah. Tapi untuk UAS ini? Ya Allah terasa berat sekali. Belakangan ini saya kurang bisa memenej waktu sehingga saya selalu kelelahan dan langsung menyambar bantal begitu sampai di asrama. Padahal saya biasa review materi yang kurang paham kalau penyakit mahasiswa kambuh sewaktu di kelas (ngantuk maksudnya..)

Semoga saja tetap semangat untuk meraih nilai akhir yang memuaskan ... amiin. Kabar-kabarnya nih ya, anak Ilkom seperti saya bakal susah dapet IPK 3. Jadi manfaatkan tingkat paling bahagia ini (kata senior sih begitu). Soalnya kalau udah di departemen, aktivitas kita bakalan segudang selain tugas-tugas project dan organisasi musti padat deh. Wajar banget kalo keteteran apalagi untuk mata kuliah berat seperti algoritma dan aljabar linear. Tapi ya.. namanya manusia. Hanya bisa berusaha, setelahnya tawakal saja lah. Apalagi ada rumor dari dosen kalau anak-anak FMIPA seperti saya di awal TPB bisa lolos dari nilai C atau D, tapi untuk tingkat selanjutnya siap-siap bertempur. Lain halnya dengan fakultas lain yang kebalikannya (sebenernya sih sama saja, hanya tingkatan perjuangan karena materi departemen yang njelimetnya itu yang jadi faktor pembeda) Makanya, di TPB ini saya harus bisa meraih IPK > 3

"
harapan itu masih ada!"






Read More...