Jumat, 13 Januari 2012

Pengumuman PKM Didanai DIKTI 2012

Leave a Comment
Pengumuman PKM akhirnya keluar \|^0^|/ Alhamdulillah IPB banyak yang berkesempatan untuk lolos termasuk PKM-m kelompok saya :D

Segera dapatkan infonya di www.dikti.go.id

Pengumuman Hasil Evaluasi Program Kreativitas Mahasiswa 5 bidang
Written by Rusdan Tafsili
Friday, 13 January 2012 15:03
Kepada Yth : Rektor/Ketua/Direktur
Perguruan Tinggi Negeri/Swasta
(daftar terlampir)
Diberitahukan dengan hormat bahwa Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Ditjen Pendidikan Tinggi telah melakukan seleksi proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 bidang untuk pendanaan tahun anggaran 2012.
Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami sampaikan daftar hasil evaluasi proposal PKM 5 bidang bagi perguruan tinggi yang lolos seleksi dan diterima untuk didanai (daftar terlampir)
Untuk mekanisme pendanaanya akan dilakukan kontrak kerja dengan Pembantu/Wakil Rektor/Ketua/Direktur bidang kemahasiswaan. Untuk maksud tersebut, bersama ini kami kirimkan daftar isian (terlampir) untuk diisi dan mohon segera dikirim kembali melalui fax. No. (021) 5731846, 57946085 dan email : pkm.dp2m@dikti.go.id paling lambat tanggal 20 – Januari 2011
Mengingat pelaksanaan kegiatan PKM tahun 2012, dimulai bulan Januari 2012 dan akan dimonitoring pada bulan Mei 2012, kami mohon agar Saudara segera menugaskan mahasiswa yang bersangkutan untuk melaksanakan kegiatan, serta melakukan pemantauan pelaksanaanya.
Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
Direktur Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat
ttd
Suryo Hapsoro Tri Utomo
NIP. 195609011985031003
Tembusan :
  1. Dirjen Pendidikan Tinggi (sebagai laporan);
  2. Penanggung Jawab Kegiatan Dit. Litabmas;
  3. Bendahara pengeluaran Dit. Litabmas;
  4. Koordinator Kopertis;
  5. Rektor/Ketua/Direktur Perguruan Tinggi Negeri/Swasta.

Lampiran: Pengumuman PKM Didanai Dikti 2012

Read More...

Rabu, 11 Januari 2012

Let it flow

2 comments
Hidup dalam tekanan, itulah ciri kehidupan melankolis. Well, saya akui saya sering merasa tertekan dengan hidup ini. Seseorang yang perfeksionis dan tak pernah puas dengan apa yang saya usahakan, terlebih kalo hasil tidak berbanding lurus alias konstan, itu yang bikin mood saya selalu ga karuan alias desperate. Kalo disuruh milih hal mustahil apa yang ingin kamu lakukan adalah balik lagi ke masa lalu!Masa sebelum SD, dimana saya sangat antusias buat ke sekolah padahal umur masih 3 tahun :P. Tetangga saya sering bertanya pada saya ketika saya keliling komplek dengan memakai seragam SD lengkap dan tas mungil yang digendong di atas punggung kecil saya. "De, kelas berapa?" saya jawab, "Kelas 2". Nanya lagi, " Rangking berapa?" Lucunya, ga ada kosakata lain selain angka 2 yang keluar dari mulut saya, "Rangking 2" Hehe.. bodo y, padahal sebut aja rangking 1.
Semangat pra-TK itu benar-benar real dan langka di zaman saya. Akhirnya, masa pembelajaran pertama di TK yang tanpa beban dan selalu menampakan keceriaan yang alami di wajah menambah semangat menggebu-gebu untuk belajar lanjut ke tingkat SD. Hidup cuma buat main, tidur,belajar gambar, ngitung, nulis dan nilainya tak jauh dari angka 100. What a perfect life. Transisi selanjutnya ke bangku SD, saya mulai ingin bersaing menjadi yang terbaik. Ucapan polos dari mulut anak kecil ini adalah, " Saya pengen kayak si teteh (sebutan untuk kakak perempuan dalam bahasa sunda) dapet hadiah naik ke panggung" membuat ibu saya selalu tersenyum mengingatnya.
Hehe, ternyata motivasi itu timbul dari iming-iming hadiah. Tapi toh, saya akhirnya menjadikan persaingan itu sebagai suatu kebutuhan. Saya menjadi anak kecil yang ambisi untuk selalu menjadi yang terbaik baik di SD maupun di Sekolah Madrasah Diniyah (Sekolah agama Islam). Bergeser posisi ke level 2 saja, saya sudah uring-uringan. Pernah ketika di MD peringkat saya turun ke peringkat 2 hanya karena beda 0,1 dengan rival saya, pulangnya saya tak bisa menahan kekecewaan dan tenggelam dalam tangisan di balik bantal. Ibu saya hanya bisa menenangkan dan menghibur saya. Entah, saat itu saya memang benar-benar belum bisa menerima kekalahan itu. Kekalahan adalah hal yang paling tidak saya sukai (sampai saat ini)

Selama 6 tahun, saya pernah gagal menjadi posisi yang ke 2 dan ke 3 selama satu kali dan 4 tahun di MD pernah gagal menjadi yang ke 2 sekaligus yang bikin emosi saya naik turun terhadap rival saya (serem y). Hidup saya selalu dipenuhi kewas-wasan, tak ingin melepaskan posisi pertama. Saya juga sering berkompetisi di pelajaran matematika dengan salah satu teman laki-laki saya di kelas. Lucunya, laki-laki itu selalu terlihat kesal dan sebal dengan saya karena ia tidak bisa mengalahkan saya. Saya juga pernah mengikuti perlombaan membaca cepat dan alhamdulillah juara 1 di tingkat kecamatan. Tapi sayang, saya gagal dan hanya masuk 10 besar terbaik di tingkat kabupaten :(. Bahkan, saya masih ingat suasana ruangan yang riuh rendah itu seperti mendukung kekalahan saya. Hari itu, saya kembali menyalahkan diri sendiri. Masa yang paling tidak ingin saya ulang adalah masa ini. Kenapa? Itu karena ada salah seorang anak laki-laki yang bossy dan kayaknya suka nge-fly walaupun dia gak pernah tertarik mengganggu saya karena segan, hehe. Tetap saja hal itu membuat hari-hari di sekolah tidak pernah tentram (entah gimana kabarnya dia sekarang, udah jadi orang apa belum)

Selepas dari SD, saya diterima SMP yang saat itu termasuk sekolah standar nasional dan terbaik di kabupaten saya (Mungkin, sekarang sudah RSBI). Sebagai anak daerah yang pengetahuannya standar-standar saja (karena pas SD jarang banget belajar efektif di kelas) saya merasa jauh tertinggal dan menjadi homo erectus selama beberapa bulan. Saya paling tertinggal di pelajaran Bahasa Inggris khususnya di bagian listening. Jujur, saya bukan anak yang senang mengikuti les di sana-sini sejak SD. Lagipula,saya tidak mau memberatkan orang tua dan menghabiskan jatah waktu bermain saya. Tidak seperti kebanyakan teman-teman yang dari kota mungkin terbiasa ikut les matematika, english, musik dll. Saya tipikal orang yang senang otodidak. Akhirnya, lambat laun saya mulai menikmati persaingan ini dengan berusaha semaksimal mungkin untuk unggul dalam pelajaran yang satu ini tanpa les sedikitpun. Saya pun mulai menyenangi pelajaran yang paling mematikan saya saat SD, Matematika. Tanpa sadar, saya mulai menjiwainya dan mulai gemar mengerjakan soal-soal matematika dengan rutin dibimbing oleh kakak kedua saya yang gak pernah bosan membentak saya ketika saya mulai menyerah dan tidak bisa mengerjakan salah satu soal. Yeah.. bagiku dia vampire berhati malaikat. Anyway, she's my best sista! Syukron katsiraa atas semua jasa-jasamu, Ka! Berkat bimbinganmu saya tidak alergi bahkan ketagihan mengerjakan semua soal-soal matematika! :D

Saya mencoba bertahan di posisi ke 2, 3 akhirnya bisa menjadi posisi pertama. Capek tapi happy, itu yang saya rasakan selama 3 tahun. Saya memang tidak hanya belajar di sekolah lalu pulang, saya mengikuti ekskul Pramuka dan mengikuti kegiatan rutinan pembinaan ruhiyah, halaqoh/mentoring. Boleh dibilang, masa-masa SMP adalah masa terindah yang penuh dengan keseimbangan antara akademis, organisasi, dan spiritual. Waw :D
Saya juga ikut seleksi Olimpiade, mulai dari biologi, kimia, matematika, dan fisika. Awalnya, saya hanya fokus untuk ikut seleksi Biologi karena tuntutan dari kakak pertama yang freak banget sama ilmu makhluk hidup ini. Lama kelamaan, saya merasakan keganjilan karena ini bukan bagian dari skill dan minat saya. Saya putuskan untuk memutuskan seleksinya. Tinggal 2 lagi, matematika dan fisika. Sebenarnya, saya lebih minat ke matematika, itu pun karena kakak kedua yang membuat saya semakin tertarik untuk mendalaminya. Keasyikan saat memecahkan persoalan matematika membuat saya akhirnya memilih fokus ke matematika. Tapi naas, perjuangan saya kandas di detik-detik terakhir ketika tes essay. Saya harus menerima bahwa saya tidak akan ikut salah satu olimpiade ini.

Nasib berubah ketika seorang teman mengusulkan untuk ikut seleksi olimpiade Fisika untuk perwakilan sekolah. Jujurnya saya kurang suka sebenarnya dengan fisika, tapi ya kasihan juga ga ada perwakilan sekolah dan sedikit sekali yang minat fisika karena paradigma ke-killeran pikiran Einstein yang njelimet. Akhirnya, saya menjadi perwakilan dalam olimpiade fisika tingkat kabupaten. Bermodalkan soal-soal SNMPTN (Bayangin sodara-sodara, soal SNMPTN untuk tingkat SMA saya lahap juga @, @) saya mantap mengikuti olimpiade fisika. Saya benar-benar tidak PD karena hanya bisa mengerjakan beberapa soal dengan yakin. Ah.. suasana perlombaan yang menegangkan itu saya rindukan sekarang hiks :(. Di akhir pengumuman, ternyata sekolah kami mendapatkan juara pertama, tapi itu bukan saya. Saya hanya bisa menduduki posisi ke-4 (kagok bener kan? padahal tinggal 1 langkah lagi ke posisi 3) Tapi, usaha saya memang sebandingn dengan hasil toh dari awal niat saya memang setengah-setengah. Niat yang tidak bagus dari awal akan menghasilkan hasil yang sebanding. Innamal a'malu binniat.

SMP kelas tiga, saya mulai terlibat lagi dalam lomba mata pelajaran SMP tingkat wilayah III Cirebon. Sayangnya, ternyata saya terpilih menjadi wakil sekolah sekaligus kabupaten bersama 9 orang yang lain. Padahal, saya pikir saya asal-asalan ikut seleksi, eh ternyata lolos. Padahal, saya sudah bertekad untuk nrimo dan tidak akan mengikuti perlombaan untuk sementara waktu menjelang Ujian Nasional. Karena beberapa prestasi saya selama 3 tahun lah yang menghantarkan saya mendapat bantuan prestasi dari Dinas Pendidikan. Hmmh, senangnya bukan main, apalagi orang tua yang datang mengambil uang itu. Alhamdulillah, saya lulus UN dengan nilai yang lumayan sehingga mengantarkan saya masuk ke SMA yang terfavorit di kabupaten saya yang juga merupakan sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).

Malangnya lagi, persaingan ekstra harus saya hadapi di dunia putih-abu2 ini tepatnya di kelas RSBI yang ada di sekolah. Masa SMA yang notabene masa paling indah tidak pernah 'tuh' aku rasakan selain adanya persaingan ketat dan "markisme" yang membuat saya dongkol. Di bangku kelas XI, barulah saya menyadari bahwa pada hakikatnya manusia memang tidak pernah puas mengejar "Prestise" bukan "Prestasi". Saya tidak se-ambisius ketika masa SD. Hal yang aku sesali saat SMA adalah pembinaan ruhiyah saya sudah tidak teratur dan berganti arah dengan pembinaan keduniawian berupa pembinaan akademik dan akademik Ya, saya terlibat lagi dengan Olimpiade fisika O.0 Melankolis sejati yang tidak bisa menolak permintaan untuk berpartisipasi mewakili sekolah. Saya juga hanya aktif sebentar di Ekskul Ganesha Insan Komputer (GIt) selama 1 tahun karena kelas RSBI memang hanya diwajibkan memilih ekstrakurikuler yang dipilihkan agar tidak mengganggu kegiatan belajar atau menunjang pembelajaran. Untunglah, saya masih bisa merasakan organisasi forum rohis di luar sekolah (meskipun kenyataannya saya tidak mengikuti rohis SMA internal).

Menjelang Ujian Nasional, barulah saya menyadari bahwa hidup ini ya jangan dibuat ribet dan bikin kita desperate apalagi sampai stress. Pasalnya, saya mulai sering vertigo (pusing keleyengan serasa gempa bumi) karena terlalu memforsir urusan dunia. Hidup saya mulai tidak seimbang. Perfeksionisme melankolis pula yang menyebabkan saya sedikit berbeda dengan orang lain yang (maybe) nampak aneh. Saya ingin menikmati masa muda saya dengan bahagia dan tanpa tekanan Lakukan apa yang membuatmu bahagia, jangan terlalu menempatkan standar tinggi karena prestise di mata Allah lebih baik daripada prestise di mata manusia.

Di bangku kuliah ini, saya kini mencoba untuk menjalani hidup dengan seimbang. Memulai moto baru : Life is like a boat. Keep in balance *nyengir. Organisasi jalan, akademis jalan, dan spiritual pun harus dijaga. Walaupun kenyataannya saya harus kembali mempekerjakan otak saya dengan cukup berat mengingat departemen yang saya ambil juga bukan main-main: Ilmu Komputer yang sarat dengan coding, coding, dan coding. Mengutip perkataan bang Iwan Setiawan yang mengatakan, "Data is sexy
Lain halnya dengan saya, "Coding is beutiful" Haha.

Ya! I get back my soul now! Let your life flow, guys! Allah-lah yang akan memberikan segala yang terbaik untuk hambaNya.


Read More...

Detik-detik menjadi (calon) mahasiswa

3 comments
Pengumuman Ujian Nasional SMA ketika itu sudah berlalu. Yeah, I enjoyed that freedom. Tapi kegalauan tingkat akut selalu menyerang saya ketika tengah berkumpul bersama keluarga, apalagi ketika berbagai pertanyaan dilontarkan hanya untuk sekedar memastikan kemana saya melanjutkan kuliah. Oke, saya sebut Ilmu Komputer IPB.Awalnya, sempat tertarik dengan Arsitektur Interior, but that mind was fade.Saya pikir, arsitek di negara ini tidak berada di posisi yang nyaman. Akhirnya, dengan pertimbangan dan masukan dari keluarga saya menuliskan Ilmu Komputer di pilihan pertama. Karena kakak kedua saya kuliah di statistika IPB, dia merekomendasikan kampusnya pada adiknya. Ya, dengan pertimbangan geografis, biaya hidup, lingkungan akademis dan moral akhirnya saya menetapkan nama Bogor Agricultural University sebagai PTN pilihan saya. Sempat saya berubah pikiran untuk memilih jurusan The most favourite department : Teknologi Pangan yang menekankan pada bidang ilmu Kimia dan Biologi. Berhubung saya anti dengan nama Biologi dan merasa tidak pantas masuk ke departemen yang notabene diisi oleh chinese-chinese itu, well saya kembali ke pilihan pertama untuk menggeluti bidang komputer, khususnya di Ilmu Komputer yang berbasis pemrograman. Pilihan dua, saya pilih berdasarkan minat pertama: Arsitektur laskap (taman) berhubung ada bakat gambar yang tidak terasah (ciee :P) dan pilihan ke-tiga saya tulis Agronomi dan Hortikultura (ini bener-bener ngasal karena saya menyukai sayuran dan buah-buahan tapi ga suka pelajaran Biologi).

Kegalauan itu pertama kali terasa ketika saya mencoba browsing dan online di forum-forum tentang peminat Ilmu Komputer IPB. Thread yang saya buat mendapat replies yang cukup banyak mulai dari nada menyemangati sampai yang mematahkan tulang harapan. Bahkan, dengan gaya sok dia mengatakan bahwa peminatnya katanya melebihi 1000 orang dan maaf "pacarnya" yang rata-rata nilai rapornya 92 pun tidak berhasil lolos. Itulah alasannya kenapa akhirnya saya uring-uringan dan pertama kali tingkat kegalauan saya melebihi tingkat kegalauan detik-detik pengumuman kelulusan. Pasalnya, saya merasa tidak PD dengan nilai raport selama 6 semester. Penyebabnya tak lain nilai Biologi yang bikin saya skak mat. Nilai 69 di semester 2 membuat saya jadi alergi dengan pelajaran yang satu itu. Ini juga yang bikin kapasitas galau saya makin nambah.

Dengan modal nilai raport yang gak tinggi tapi gak rendah juga saya berani merogoh kocek Rp 250.000 untuk membayar formulir pendaftaran dan mengikuti SNMPTN Undangan ke IPB. Sempat saya kecewa ketika guru BK mengatakan bahwa hanya 10 besar atau 25% peringkat kelas yang bisa mengikuti seleksi jalur ini (Hikhik, jujur mata saya berkaca-kaca saat itu) Tapi toh mau bagaimanapun juga, saya harus rela menelan kenyataan pahit untuk tidak mengikuti seleksi ini karena peringkat saya di semester akhir turun drastis menjadi peringkat 11 dari 32 orang. Kala itu, saya lebih banyak merenung. Apakah hidup saya memang selalu dipenuhi dengan perjuangan berat untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan? Sepertinya takdir saya tidak berbeda jauh dengan dua kakak perempuan saya. Saya mungkin harus berada dalam jajaran yang sama, merasakan perjuangan yang sama dengan mereka yang mengikuti SNMPTN tulis. Perih, bukan sedih, itulah perasaan yang saya rasakan ketika itu. Saya merasa banyak markisme (sebut saja penyimpangan nilai) di tempat saya menuntut ilmu. Banyak siswa yang berpotensi tapi tidak mendapat posisi yang sepantasnya. Hanya 5-7 orang yang benar-benar pantas mendapat "posisi" itu. You know what I mean?yeah. Saya rela untuk menerima kenyataan bahwa perjuangan menuntut ilmu ini saya lakoni hanya untuk mendapat ridho Allah, bukan hanya soal prestise di mata manusia dengan mendapat nilai-nilai yang tinggi. Toh, rasanya saya sudah berjuang untuk bertahan di Top 10 students in this (RSBI) class.Tapi markisme itu sudah membuat rancangan mimpi saya berantakan. Mimpi untuk membahagiakan kedua orang tua dengan jerih payah selama 3 tahun itu, harus berakhir ketika kata-kata 25% harus saya telan walaupun berduri. Saya tidak ikut SNMPTN Undangan, itulah kesimpulannya.

3 hari kemudian, ada pemberitahuan dari ketua kelas bahwa 50% siswa kelas RSBI boleh mengikuti SNMPTN Undangan. Alhamdulillah..setelah perasaan hancur berkeping-keping saya bisa menikmati kelegaan yang luar biasa ini. Akhirnya, setengah hasil perjuangan selama tiga tahun mulai mendapat titik terang. Lucu kalau dipikir-pikir lagi :D karena sejak saat itu, saya antusias mendatangi kantor BK untuk membeli formulir pendaftaran. Sebanyak 60 orang siswa mengikuti SNMPTN Undangan dan notabene PTN yang dipilih adalah IPB yang memiliki kuota yang lebih tinggi.

Hari demi hari saya lalui apa adanya. Saya hanya bisa tawakkal, berserah diri meminta yang terbaik pada Allah. Kadang, kalau galaunya lagi kumat seperti biasa saya merepotkan teman dekat saya, Riska untuk meladeni kegalauan saya (maaf ya, Ka hehe) Kami berdua memilih PTN yang sama tapi berbeda departemen. Ia seorang math lover memilih statistika. Kami berencana untuk satu kos-an setelah asrama kelak nanti jika diterima di sana. Namun, perasaan tidak enak dan bimbang tetap menggelayuti pikiran.Jarak pengumuman SNMPTN Undangan dan ujian SNMPTN tulis hanyalah 1 minggu, sedangkan saya belum tentu lolos. Persoalan lagi, saya bingung apakah saya harus mengikuti bimbingan belajar SNMPTN yang harganya tidak murah, hampir 1,5 juta sedangkan saya ikut SNMPTN jalur ini karena ingin meringankan beban ortu. Huff,betapa pelik masalah ini T,TDengan modal nekat lagi saya putuskan untuk belajar otodidak saja dari buku-buku SNMPTN. Saya borong kumpulan soal SNMPTN seharga Rp 100.000 untuk bahan belajar selama kurang lebih 3 minggu.

Tanggal 17 Juni 2011, aroma kegagalan tiba-tiba menyeruak dalam diri saya. As a perfectionist girl, Kegagalan itu memang hal yan paling saya tidak sukai. Saya sudah menguatkan mental dengan berdo'a sebanyak-banyaknya dan meminta do'a dari Ibu. H minus 1 menuju pengumuman, saya memilih menghabiskan waktu di depan komputer untuk browsing, online, dan download. Tiba-tiba saat surfing di web SNMPTN, ternyata pengumuman SNMPTN mundur menjadi tanggal 17 Juni pukul 19.00 WIB dari perkiraan semula tangal 17 Juni pukul 24.00 WIB. Saat itu waktu masih menunjukan pukul 17.00 WIB namun perasaan sudah acak-acakan. Saya hanya bisa berdo'a untuk diri sendiri dan meminta do'a dari Ibu. Herannya, SMS dari teman SD tiba-tiba datang di saat genting seperti ini. Saya tidak mau dia menyatakan belasungkawa ketika saya tidak diterima di PTN yang saya pilih -__-" Akhirnya mau tidak mau saya juga meminta do'a darinya.Setelah sholat maghrib, saya pantengin komputer di kamar. Saya berpindah dari tab satu ke tab lain,web SNMPTN dan Twitter. Mendadak timeline dipenuhi orang-orang yang bernasib sama denganku, galau tingkat akut menjelang detik-detik pengumuman. Saya off sementara untuk tidak melihat pemandangan ini. Kertas berisi nomor pendaftaran SNMPTN sudah ada di tangan. Saya mencoba masuk web SNMPTN dan memasukan nomornya dan ENTER. "Maaf, layanan ini belum bisa diakses".Tanggapan pertama, artinya masih belum dibuka. Pukul 18.45 WIB saya mencoba mengakses kembali. Hit counter saat itu masih menunjukan angka 4 ribuan. Setelah memijit tombol ENTER, saya memejamkan mata dengan mulut berkomat-kamit. Jantung sudah berdetak tak berirama. Perlahan saya buka mata, dan tulisan: "Selamat, anda diterima di Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Silakan lakukan registrasi awal dengan mengikuti link ini"

Saya langsung membuka tab baru dan masuk ke twitter. Timeline dipenuhi dengan euphoria lolos SNMPTN Undangan maupun belasungkawa karena tidak beruntung . Saya juga tidak mau ketinggalan menyampaikan kabar bahagia ini pada teman-teman. "Alhamdulillah, saya diterima di ILMU KOMPUTER IPB :)" Saya klik Tweet. 1 menit kemudian, ucapan congrats mulai memenuhi mentions. Dari kabar yang beredar, sebanyak 18 orang di sekolah lolos SNMPTN Undangan. 9 dari IPB, 1 UI kedokteran, 1 orang farmasi UI, 1 orang jurusan hukum UI, UNPAD, 3 orang lolos FMIPA dan Arsitektur ITB, dan yang lainnya saya lupa :P

Ternyata memang garis takdir berkata lain. Bayangan untuk se-kampus dengan teman dekat saya harus lenyap ketika pengumuman SNMPTN Undangan yang mendebarkan se-antero sekolah itu tiba waktunya.Saya SMS menanyakan keadaannya, namun tak ada reply. Artinya, ia belum mendapat kesempatan untuk berada di PTN yang sama. Sedih juga, karena kami tidak bisa berbahagia bersama-sama. Your future hasn't end, guy :)

Saya tak bisa berkata apa-apa selain bersyukur sebanyak-banyaknya dalam hati dan sujud syukur atas nikmat ini. Ya Allah, I Belive'n you. Betapa nikmat karunia yang kau beri. Alhamdulillah, artinya saya masih diberi kesempatan untuk berbahagia.Tidak lupa, saya sms dua kakak saya dan ayah saya yang tengah bekerja di Bogor. Saya keluar kamar dan memberi tahu Ibu.Beliau tersenyum sumringah dan mengatakan bahwa perjuangan saya berlelah-lelah selama tiga tahun tidak sia-sia. Terima kasih bu, atas doamu aku bisa merasakan perkuliahan di sini selama 7 bulan dan kini tengah menulis postingan di tengah keheningan malam yang sunyi ini.

Bogor, 12 Januari 2012

Pukul 4.17 am WIB

Rusunawa IPB, kamar 418

Di tengah sepinya asrama karena saya belum balik padahal libur UAS sudah dimulai :P


Read More...

Jumat, 06 Januari 2012

Mahasiswa IPB Bukan Mahasiswa Malas dan Manja

1 comment

Oh iya, sebelumnya izin ambil gambar nih. Foto di atas adalah foto 4 mahasiswa teknologi pangan yang mendapat kejuaraan pangan Internasional (Produk sereal yang laris di Chicago, Amerika Serikat)


Mahasiswa IPB bukanlah mahasiswa yang malas dan manja. Saya memberanikan diri untuk menekankan statement ini bukan untuk membanggakan atau hanya sekedar promosi. But, inilah fakta yang saya temukan sejak menginjakan kaki pertama kali di kampus ini. Pertama, faktor geografis yakni struktur tanah yang tidak rata sehingga banyak tanjakan di sana-sini membuat mahasiswa di sini harus berlelah-lelah setiap hari untuk menuntut ilmu. Selain itu, di sini tidak ada lift saudara-saudara! Kita harus bercape-cape ria lagi untuk menaiki anak tangga satu-persatu. Kadang, ngebayangin serasa naik tangga di Harpot tuh kalo lag naik tangga ke kelas :P. Oh, iya ada yang unik bila anda berkunjung ke IPB. Pastikan ada teman di samping jika berniat keliling kampus ini. Pasalnya, arsitektur gedungnya mempunyai bentuk khas segi enam. Wajar saja bila anda merasa terjebak dalam sebuah labirin dan tidak tahu jalan keluar. Saya bahkan perlu waktu 3 bulan untuk menghafal denah ruangan satu fakultas (satu saja?) 0_o.

Kedua, tipikal mahasiswa IPB adalah mahasiswa yang tidak neko-neko. Belajar tidak harus ekstra setiap hari atau tidak pula terkesan santai. Mahasiswa IPB adalah mahasiswa yang pandai menempatkan sesuatu. Buktinya, segudang kegiatan kemahasiswaan dan semuanya mulai dari LK, Himpro, UKM, Club Asrama dan kegiatan eksternal lainnya giat melaksanakan acara-acara kemahasiswaan dan tidak melencengkan tujuan utamanya untuk menuntut ilmu. Mahasiswa berprestasi nasional, wirausahawan muda yang sukses, dan scientist-scientist berbakat juga lahir dari sini. Setiap minggu, banyak seminar-seminar science nasional maupun internasional, pertanian, jurnalistik, dan kepenulisan tidak henti-hentinya membombardir para mahasiswa, khususnya mahasiswa TPB. Bahkan, sejak matrikulasi saya sering mengikuti kegiatan dari Al-hurriyah (mesjid kampus terbesar ke-2 di Indonesia) berupa kegiatan mentoring, jalatsah ruhiyah, Salam ISC, dan masih banyak lagi acara-acara keagamaan dari Alhurr yang menghadirkan tokoh-tokoh terkenal yang tidak ecek-ecek. Kemarin malah udah nonton edcoustic tuh ^_^
Artinya, setiap waktu benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak mengurangi semangat menuntut ilmu. Tugas kuliah numpuk, organisasi lancar....

Ketiga, bagi mahasiswa TPB mungkin tidak aneh dengan sistem asrama yang penuh aturan. Salutnya, sistem asrama di sini benar-benar efektif dengan bantuan para Senior Resident. Hingga saat ini, belum ada universitas manapun yang menerapkan sistem asrama seperti IPB, bahkan mewajibkannya . Beberapa universitas negeri memang memiliki asrama, namun tak ada esensi yang berarti selain sebagai tempat bernaung. Tak heran, ketika keluar dari asrama pada tahun ke-2 banyak mahasiswa yang mengungkapkan banyak perubahan yang timbul lpada dirinya. Kang Iwan, lulusan terbaik statistika IPB tahun 2003 yang menulis buku "9 Summer 10 Autumns" juga bahkan berani menyatakan dalam bukunya. Banyak perubahan yang signifikan dalam dirinya setelah menjadi insan asrama dan mengikuti beragam kegiatan asrama di dalamnya selama 1 tahun. Di Asrama IPB, tidak aneh bila lantunan Al-Qur'an terdengar di mana-mana, rapatnya rutinitas sholat berjam'ah,dan banyak mahasiswa yang melakukan kumpulan rutin tiap minggu di Al-Hurriyah (halaqoh/mentoring), atau maraknya jilbaber yang setiap kali berpapasan saling berjabat tangan. Hmhh.. dengan fasilitas asrama yang cukup walaupun kadang-kadang mati air (terutama di Asrama A1,A2,A3) hal ini menimbulkan tantangan tersendiri untuk melatih sejauh mana kita bertahan di sini. Tidak heran banyak yang merasa tidak kuat untuk menjalani kehidupan asrama ini.

Bahkan, menurut salah satu dosen mahasiswa IPB seringkali disegani dalam setiap PIMNAS Program Kreativitas Mahasiswa dan Perlombaan karya Ilmiah tingkat nasional karena ide-ide kreatifnya dan kerunutan berpikirnya. Selain itu, untuk bertahan di kampus ini tidak gampang dan tidak susah. Modal utamanya adalah fokus dan serius sebab tidak banyak waktu luang yang digunakan untuk main games, main twitter, facebookan dll. Mahasiswa IPB memang dituntut untuk bekerja keras menyelesaikan studinya karena rata-rata hanya perlu waktu 3 tahun untuk menyelesaikan 144 SKS. Kenapa 3 tahun? 1 tahun digunakan untuk masa transisi SMA ke PTN, yakni tingkat persiapan bersama. Dalam 1 tahun ini mahasiswa baru kembali menekuni mata kuliah dengan materi SMA seperti matematika, kimia, fisika, Pkn, Bahasa, dll sbagai basic untuk memasuki departemen. Biasanya, tingkat cocok/tidaknya masuk departemen tertentu ditentukan dari hasil belajar di TPB ini. Jadi, jatah 4 tahun itu sebenarnya tidaklah murni 4 tahun, karena sudah diambil dari masa belajar di TPB ini. Artinya, ahli-ahli pertanian, mesin, dan para peneliti lulusan IPB ini sebetulnya hanya perlu waktu 3 tahun untuk menyelesaikan kuliah. So, wajar kalo banyak mahasiswa pindahan yang awalnya shock dengan budaya ngebut seperti ini. Makanya, tidak banyak pula waktu liburan setelah UAS (curhat ceritanya nih T T).

Nah, kalo mau masuk sini kudu tahan banting ya! Karena mahasiswa IPB bukan mahasiswa malas dan manja.
Read More...