Sabtu, 08 Mei 2010

HIKMAH KETERLAMBATAN

4 comments
Desember 2009. Ya, tepatnya tanggal 20 Desember sekolahku mengadakan kegiatan rutinitas tahunan Study Tour yang diikuti seluruh anak kelas XI SMA. Dua hari kami melakukan perjalanan Jakarta-Banten-Bogor dengan 70 persen study dan 30 persen fun. Kami, khususnya murid science berkunjung ke beberapa tempat seperti Krakatau Steel dan Universitas Indonesia. Melihat proses peleburan baja sampai diolah menjadi baja yang utuh menjadi penalaman menarik bagiku. Tapi sayang, ga boleh pota poti , huhu.

Sebenarnya, ada satu pengalaman yang membuatku paling berkesan dan tidak akan terlupakan. Setelah selesai berkunjung dari Krakatau Steel yang berpusat di Cilegon, Banten kami langsung bertuju ke Dufan yang sudah dinantikan anak-anak . Bagaimana tidak, rasa lelah mereka mengikuti pemandu menyaksikan produksi baja selama dua jam tergantikan dengan rasa gembira yang berlipat-lipat. Bahkan di bus pun , mereka masih ramai.. membicarakan tempat yang akan mereka kunjungi selanjutnya itu. Di benak mereka hanya ide-ide wahana apa saja yang akan mereka mainkan, terkecuali aku. Ya, mungkin aku termasuk orang yang tak terlalu antusias untuk bermain.

Walaupun perjalanan kami terhalang macet, akhirnya kami sampai di Ancol tepat pukul 4 sore walaupun seharusnya dua jam yang lalu kami sampai di sana. Entahlah, saat itu yang ada di benakku hanyalah menjamak sholat ! Walaupun aku tidur selama perjalanan, tapi aku masih ingat kalau aku belum melaksanakan sholat dzuhur dan ashar. Mengingat pengalaman minim kami di sini yang masih belum mengenal arah Ancol, tour leader meminta kami untuk tidak pergi sendiri. Apa boleh buat, aku mengajak beberapa teman untuk menuju musholla. Tapi tak ada satupun yang menggubris. Mungkin hanya Halilintar, Tornado atau Kora-kora yang ada di benak mereka saat ini. Wanita mungkin aku maklumi, ada saat tertentu mereka tidak melaksanakan kewajiban ini. Akhirnya, ada juga yang sehaluan denganku. Dua orang sebut saja Zahra dan Reka bersama denganku berputar-putar mencari mushola. Kami memang berhasil mendapatkan sebuah tempat untuk sholat. Hanya bermodalkan mukena dari sana yang basah kami tetap melakukan kewajiban kami. Sungguh menyedihkan kondisiku saat itu sholat dengan kaos kaki yang kotor dan lembab lengkap mukena yang basah karena hujan. Semoga Allah masih menerima sholatku ini mengingat waktu semakin mepet.

Kami pun meneruskan perjalanan kembali dan bertemu dengan teman-teman kami yang sudah banyak menikmati permainan. Sementara kita harus ikhlas belum memasuki satu permainan pun. Akhirnya Halilintar menjadi permainan pertama yang akan kita coba. Setelah puas, kami menuju musholla kembali dan menjamak sholat maghrib dan isya. Kudengar, kami akan pulang kembali setelah pukul 7 lebih. Tapi dua temanku tak menggubrisnya. Entah, mungkin mereka masih kecewa tidak bisa menikmati permainan lebih banyak seperti yang lainnya. Akhirnya aku mengalah dan kami terus memasuki permainan lainnya sambil sesekali jepret-jepret di sana-sini. Setelah pukul 7 lebih kami baru keluar dari Ancol karena waktu kami terpotong oleh sholat beberapa menit.

Malangnya nasib kami, diantara kami tak ada yang mengenal arah pulang menuju rombongan bus. Pembimbing kami pun mencoba menelepon Reka dan mencoba menenangkan kami. Dengan modal bertanya, kami sampai di bus dengan perasaan malu bercampur letih setelah berlarian mencari arah pulang. Berbagai reaksi dari teman-teman membuatku merasa sedikit bersalah telah menunggu kedatangan kami Untunglah katanya, ada seorang siswa yang menyadari ketiadaan kami di bus. Kalau tidak, pastilah kami tertinggal. Alakhir, bus kami adalah bus yang terakhir melakukan pemberangkatan.

Tapi tak kami sangka, keterlambatan kami menjadi hikmah tersendiri. Lima bus mengalami kemacetan, tapi kami masih terus melaju bahkan menempati posisi pertama yang sampai di Puncak, tujuan terakhir kami. Entahlah, hanya Allah yang tahu apa rencanya di balik semua ini. Aku dapatkan kesimpulannya, dimanapun dan dalam kondisi apapun seharusnya kita tak melupakan kewajiban kita kepada sang Khaliq,senantiasa mengingatnya. Rasa syukur kami panjatkan dengan keterlambatan kami. Bahkan pembimbing pun mengucapkan terima kasih atas keterlambatan kami. Entah pujian atau ledekan atau dua-duanya. Kami hanya tersipu-sipu mendengarnya.
Read More...

DIALOG PEMUDA DAN 3 HATI

3 comments
Terinspirasi dari nasyid : Ikan, laron dan semut- Fatih

DIALOG 1
Di suatu siang yang terik dimana matahari tepat berada di atas kepala, tampak seorang pemuda tengah melipat dagu dengan pandangan menerawang duduk di sebuah batu yang menghadap ke kolam kecil. Tak lama, pandangannya terarah pada seekor ikan yang megap-megap dan meliuk-liuk dengan gemulai mengitari kolam yang hanya berjarak tiga jengkal itu. Terus berulang hingga beberapa kali. Tapi pemuda itu, hanya memperhatikannya dengan bengong. Tak disangka, si ikan yang merasa terganggu itu membuat si pemuda terperangah kaget.

Ikan : " Ada apa denganmu wahai pemuda ? dari tadi kau terus mengamatiku seperti agen FBI. saya jadi GR nih. . "
pemuda : " Oh, kau ! aku mengamatimu sejak tadi. apakah kau merasa terganggu ? "
ikan : " untuk apa kau mengamatiku ? "
pemuda : " aku heran denganmu wahai ikan . . apa kau tak pernah merasa jenuh dan bosan terus menerus bolak-balik mengitari kolam ? "
ikan : " Why ? "
pemuda : " Aku saja yang melihatnya , geram sekali melihat kau mondar-mandir di tempat yang berukuran tiga jengkal ini "
ikan : " Aku bersama tuhanku. Setiap hari dan di tempat inilah aku hidup. mengapa aku harus bosan ? "
pemuda : ( melongo kaget )
ikan : " Hhh. . manusia memang selalu melihat sisi negatif dari setiap masalah. Pikiran mereka terlalu sempit dan dangkal. padahal, mereka sudah dikaruniai otak yang memiliki berjuta-juta neuron. lalu untuk apa otak diciptakan ? Kau mungkin bisa melihat kolam ini sempit. sama seperti bumi yang kau pijaki, tapi kau bisa meng-eksplore seluas mungkin !

Si pemuda terdiam mematung. Ia mendongakan kepalanya. tak lama, ia mengarahkan pandangannya kembali ke arah ikan bijak itu. Masih dengan aktivitas yang sama, si ikan itu mengitari kolam dengan bebasnya. Pemuda itu bangkit dan melangkah pergi dengan tersenyum.

DIALOG 2
Senja yang indah. Camar-camar berdatangan dari ufuk timur kembali ke peraduannya. Begitu pula dengan seorang pemuda yang sedang berjalan dengan lelahnya untuk kembali ke rumah setelah seharian bergulat dengan urusan sekolahnya. Ia berhenti sejenak di pinggir jalan membeli es kelapa melepas dahaga. Ia terdiam menikmati air yang membasuhi kerongkongannya sambil mengamati semut-semut yang berbaris teratur merayapi pohon mangga di sampingnya. Rupanya sang pimpinan semut sedang memberi komando untuk mengangkut butiran gula. Karena merasa penasaran, si pemuda bertanya pada si komandan :

Pemuda : "Apa yang sedang kau lakukan wahai komandan semut?"

Komandan : "Aku sedang menyuruh anak buahku mengangkut gula-gula ini untuk persediaan makan kami"
Pemuda : "Apakah kalian tidak merasa lelah terus menerus bekerja setiap hari untuk mengangkut makanan?"
komandan : "walaupun kami terus menerus bekerja, kami tak perlu merasa lelah "
pemuda : "haha. .mana mungkin?" si pemuda tertawa menyeringai.
komandan : "Karena setiap saat kami bekerja, bersama tuhan kami, Allah SWT. jawab sang komandan semut mantap.

Lagi-lagi, si pemuda kembali terdiam mendengar jawaban sang Komandan semut. Dia menyeruput es kelapa untuk yang terakhirnya. Segera ia beranjak dari tempat itu dan tersenyum.

DIALOG 3
Malam yang syahdu. Si pemuda sudah pulang ke tempat peristirahatannya. Setelah melantunkan ayat suci al-Qur'an si pemuda bangkit mengambil buku BIOLOGI XI B nya dan duduk di teras rumahnya memandangi bintang gemintang. Tak lama, daun telinganya menangkap suara jangkrik. Ia melihat sekawanan laron yang bertebangan di sekitar genting yang dirimbuni pepohonan. Kali ini , si pemuda mengurungkan niatnya untuk menegur para laron. Ia ragu untuk yang ke-n kalinya setelah ia dipermalukan oleh ikan dan semut pagi tadi. Mendadak sang laron yang berkata padanya .

Laron : Wahai pemuda, bukankah kau merasa terganggu dengan pekikanku ini ?
pemuda : Hhmm. . untunglah kau laron yang tahu diri.
Laron : Maaf atas ketidaknyamanannya . .
Pemuda : Hidup kalian cuma semalam
Laron : memang benar. Lalu ?
Pemuda : Tidakkah kalian takut mati ?
Laron : Mati ? walau hidup semalam, aku bertasbih mensucikan nama tuhanku , aku bertahmid memuji tuhanku, aku bertakbir mengagungkan tuhanku , dan aku bertahlil mengesakkan tuhanku . Mengapa aku harus takut akan datangnya kematian ?
Pemuda : Untukku ke - n kalinya. .

Si pemuda mengucapkan kata terakhir dalam dialognya dengan sang laron. Ia pergi ke dalam rumahnya sambil kembali tersenyum dan bergumam :

"Sejauh apa...hidup tanpa Tuhanmu? " tanyanya pada jiwanya.

"Sedalam apa...hidup tanpa Tuhanmu? " tanyanya pada hatinya

"Sekeras apa... kerja tanpa Tuhanmu? " tanyanya pada dirinya.
"Aku malu dengan ikan, laron dan semut " gumamnya kembali lirih.

Jawabannya : hanya kau yang bisa memahami dialog di atas ^_^
Read More...