Jumat, 06 Januari 2012

Mahasiswa IPB Bukan Mahasiswa Malas dan Manja

1 comment

Oh iya, sebelumnya izin ambil gambar nih. Foto di atas adalah foto 4 mahasiswa teknologi pangan yang mendapat kejuaraan pangan Internasional (Produk sereal yang laris di Chicago, Amerika Serikat)


Mahasiswa IPB bukanlah mahasiswa yang malas dan manja. Saya memberanikan diri untuk menekankan statement ini bukan untuk membanggakan atau hanya sekedar promosi. But, inilah fakta yang saya temukan sejak menginjakan kaki pertama kali di kampus ini. Pertama, faktor geografis yakni struktur tanah yang tidak rata sehingga banyak tanjakan di sana-sini membuat mahasiswa di sini harus berlelah-lelah setiap hari untuk menuntut ilmu. Selain itu, di sini tidak ada lift saudara-saudara! Kita harus bercape-cape ria lagi untuk menaiki anak tangga satu-persatu. Kadang, ngebayangin serasa naik tangga di Harpot tuh kalo lag naik tangga ke kelas :P. Oh, iya ada yang unik bila anda berkunjung ke IPB. Pastikan ada teman di samping jika berniat keliling kampus ini. Pasalnya, arsitektur gedungnya mempunyai bentuk khas segi enam. Wajar saja bila anda merasa terjebak dalam sebuah labirin dan tidak tahu jalan keluar. Saya bahkan perlu waktu 3 bulan untuk menghafal denah ruangan satu fakultas (satu saja?) 0_o.

Kedua, tipikal mahasiswa IPB adalah mahasiswa yang tidak neko-neko. Belajar tidak harus ekstra setiap hari atau tidak pula terkesan santai. Mahasiswa IPB adalah mahasiswa yang pandai menempatkan sesuatu. Buktinya, segudang kegiatan kemahasiswaan dan semuanya mulai dari LK, Himpro, UKM, Club Asrama dan kegiatan eksternal lainnya giat melaksanakan acara-acara kemahasiswaan dan tidak melencengkan tujuan utamanya untuk menuntut ilmu. Mahasiswa berprestasi nasional, wirausahawan muda yang sukses, dan scientist-scientist berbakat juga lahir dari sini. Setiap minggu, banyak seminar-seminar science nasional maupun internasional, pertanian, jurnalistik, dan kepenulisan tidak henti-hentinya membombardir para mahasiswa, khususnya mahasiswa TPB. Bahkan, sejak matrikulasi saya sering mengikuti kegiatan dari Al-hurriyah (mesjid kampus terbesar ke-2 di Indonesia) berupa kegiatan mentoring, jalatsah ruhiyah, Salam ISC, dan masih banyak lagi acara-acara keagamaan dari Alhurr yang menghadirkan tokoh-tokoh terkenal yang tidak ecek-ecek. Kemarin malah udah nonton edcoustic tuh ^_^
Artinya, setiap waktu benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak mengurangi semangat menuntut ilmu. Tugas kuliah numpuk, organisasi lancar....

Ketiga, bagi mahasiswa TPB mungkin tidak aneh dengan sistem asrama yang penuh aturan. Salutnya, sistem asrama di sini benar-benar efektif dengan bantuan para Senior Resident. Hingga saat ini, belum ada universitas manapun yang menerapkan sistem asrama seperti IPB, bahkan mewajibkannya . Beberapa universitas negeri memang memiliki asrama, namun tak ada esensi yang berarti selain sebagai tempat bernaung. Tak heran, ketika keluar dari asrama pada tahun ke-2 banyak mahasiswa yang mengungkapkan banyak perubahan yang timbul lpada dirinya. Kang Iwan, lulusan terbaik statistika IPB tahun 2003 yang menulis buku "9 Summer 10 Autumns" juga bahkan berani menyatakan dalam bukunya. Banyak perubahan yang signifikan dalam dirinya setelah menjadi insan asrama dan mengikuti beragam kegiatan asrama di dalamnya selama 1 tahun. Di Asrama IPB, tidak aneh bila lantunan Al-Qur'an terdengar di mana-mana, rapatnya rutinitas sholat berjam'ah,dan banyak mahasiswa yang melakukan kumpulan rutin tiap minggu di Al-Hurriyah (halaqoh/mentoring), atau maraknya jilbaber yang setiap kali berpapasan saling berjabat tangan. Hmhh.. dengan fasilitas asrama yang cukup walaupun kadang-kadang mati air (terutama di Asrama A1,A2,A3) hal ini menimbulkan tantangan tersendiri untuk melatih sejauh mana kita bertahan di sini. Tidak heran banyak yang merasa tidak kuat untuk menjalani kehidupan asrama ini.

Bahkan, menurut salah satu dosen mahasiswa IPB seringkali disegani dalam setiap PIMNAS Program Kreativitas Mahasiswa dan Perlombaan karya Ilmiah tingkat nasional karena ide-ide kreatifnya dan kerunutan berpikirnya. Selain itu, untuk bertahan di kampus ini tidak gampang dan tidak susah. Modal utamanya adalah fokus dan serius sebab tidak banyak waktu luang yang digunakan untuk main games, main twitter, facebookan dll. Mahasiswa IPB memang dituntut untuk bekerja keras menyelesaikan studinya karena rata-rata hanya perlu waktu 3 tahun untuk menyelesaikan 144 SKS. Kenapa 3 tahun? 1 tahun digunakan untuk masa transisi SMA ke PTN, yakni tingkat persiapan bersama. Dalam 1 tahun ini mahasiswa baru kembali menekuni mata kuliah dengan materi SMA seperti matematika, kimia, fisika, Pkn, Bahasa, dll sbagai basic untuk memasuki departemen. Biasanya, tingkat cocok/tidaknya masuk departemen tertentu ditentukan dari hasil belajar di TPB ini. Jadi, jatah 4 tahun itu sebenarnya tidaklah murni 4 tahun, karena sudah diambil dari masa belajar di TPB ini. Artinya, ahli-ahli pertanian, mesin, dan para peneliti lulusan IPB ini sebetulnya hanya perlu waktu 3 tahun untuk menyelesaikan kuliah. So, wajar kalo banyak mahasiswa pindahan yang awalnya shock dengan budaya ngebut seperti ini. Makanya, tidak banyak pula waktu liburan setelah UAS (curhat ceritanya nih T T).

Nah, kalo mau masuk sini kudu tahan banting ya! Karena mahasiswa IPB bukan mahasiswa malas dan manja.
Read More...