Sabtu, 22 November 2014

Bikin Peta Pasca Kampus, Yuk!

Leave a Comment
Jika kita berbicara dunia pasca kampus, berapa orang sih yang siap memasukinya? Saya percaya bahwa setiap orang punya pilihan masing-masing ketika ia memikirkan identitas apa yang akan dia kenakan di setiap fase kehidupannya. Setelah fase anak-anak, identitas apa yang akan dia pakai ketika remaja? Menjadi remaja kutu buku? Aktivis? Anak nongkrong? Atau bahkan tidak memiliki identitas apapun? Setiap orang pada akhirnya harus menentukan pilihannya. Ketika kita masih berlindung di balik keperkasaan ayah atau kehangatan seorang ibu, kita ingat pertanyaan yang sering kita jawab secara spontan. “Mau jadi apa kalau jadi besar?” Notabene seorang anak akan mencari jawaban yang familiar di telinga, entah menjadi guru atau dokter. Dua identitas tersebut mungkin tampak hebat di matanya kala itu. Lantas, ketika ia sudah berada di tingkat kritis mahasiswa tingkat akhir barulah ia menyadari betapa klise jawabannya. Tidak salah ciwi-ciwi yang sudah mendekati detik-detik lengsernya jabatan mahasiswa mengalami tingkat kegalauan yang lebih besar dibanding adik-adiknya yang masih unyu-unyu di tingkat pertama. Hal ini terjadi ketika kita memang belum memiliki tujuan hidup yang jelas di setiap fase kehidupannya. Bahkan tak sedikit juga di antara kita yang belum mengetahui potensi, kekurangan,dan kelebihan yang dia miliki. Oleh karena itu, syarat pertama untuk menebas kegalauan tentang identitas apa yang akan kita pakai di dunia pasca kampus adalah kenali potensi kita. Rencanakan hidup kita 5 hingga 10 tahun ke depan. Menjadi mahasiswa lagi? Lanjut kerja menjadi seorang pegawai? Atau nikah dan menjadi seorang ibu?

Saat ini saya masih setuju dengan pendapat bahwa kuliah S1 pada dasarnya adalah membekali mahasiswa untuk menyiapkan diri di dunia nyata, yang sangat berbeda dengan apa yang diajarkan dosen. Terlalu nyaman jika kita hanya sibuk belajar di kelas tanpa membekali diri kita dengan kemampuan lain selama 4 tahun. Pada dasarnya kita berhak memakai identitas apapun selama itu adalah pilihan terbaik menurut kita. Pun dengan saya yang ingin memakai kembali identitas mahasiswa setelah menghadapi pasca kampus. Kuliah lagi, menjadi seorang research student.  Tak jarang teman-teman saya keheranan ketika melihat saya masih semangat kuliah dan ingin menekuni lagi bidang yang bersinggungan ilmu  komputer. Bidang yang tak banyak ditekuni oleh seorang wanita yang sarat dengan dunia STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematic).

Banyak yang berpandangan bahwa seorang wanita tidak perlu kuliah tinggi-tinggi toh akhirnya balik lagi ke dapur. “Kita hidup kan gak cuma buat kuliah tapi perlu berkarya”. Yap, betul sekali. Tapi bukan berarti berkarya harus dengan menghebat di perusahaan bonafit semata atau di balik pangkat seorang pegawai negeri. Kita bisa buat karya itu lahir dari pemikiran-pemikiran kita, kan? Jadi, opsi lanjut kuliah bisa dilakukan oleh mahasiswa yang memang passion dengan dunia pendidikan, riset, dan hal-hal berbau ilmiah. Rasanya wajar bagi mahasiswa FMIPA yang arahan ke depannya adalah menjadi seorang dosen atau peneliti. Lanjut kuliah S2 bahkan sampai S3 mungkin pilihan yang tepat jika dunia lab dan riset adalah passion nya. Lalu, bagaimana dengan mahasiswa yang tidak termasuk di dalamnya? It’s up to you! Pahamilah potensi diri, petakan cita-citamu. Meminta petunjuk pada Allah untuk diberikan yang terbaik bagi masa depanmu.

Bagaimana jika sudah lanjut kuliah, tapi ternyata takdir berkata bahwa kamu tidak berhak menjadi seorang peneliti atau pun dosen? Lantas, sia-sia kah? Jawabannya tentu tidak. Lanjut kuliah S2 sampai S3 bukan masalah hanya mengejar gelar untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Ada banyak manfaat yang dapat diraih dari seorang wanita yang memilih berpusing-pusing ria dengan thesisnya. Sebelum menjadi perantara generasi selanjutnya, bukankah seorang anak berhak dilahirkan dari seorang ibu yang cerdas dan mencerdaskan? Seorang anak membutuhkan ibu yang terus tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan generasi sang anak. Jadi, tak usah ragu bagi yang senang menantang dirinya untuk menjadi pembelajar sejati.

Lanjut kerja pun tak ada salahnya jika memang kebutuhan terbesar setelah pasca kampus adalah membahagiakan orang tua dengan hal-hal bersifat materi. Jika menjadi wanita karir memang menjadi pilihan, pastikan itu tidak akan menghambat langkahmu untuk terus berada di jalan kebaikan yang Allah ridhoi. Begitu pun jika memilih opsi ke-3 : menjadi seorang ibu dengan menikah terlebih dahulu. Bila Allah sudah pertemukan jodohnya, mengapa tidak? Jika belum? Hanya ada dua pilihan : kerja atau kuliah? Silakan temukan passion dan sesuaikan dengan kebutuhannya. Poin pentingnya adalah apapun pilihan itu, pastikan kita akan terus menebarkan kebaikan dengan identitas yang kita pilih di dunia pasca kampus nanti.  Selamat memilih! :)
Read More...