Minggu, 16 Februari 2014

Jangan (lagi) Menganaktirikan Lingkaran Kecil Itu

Leave a Comment
Dulu..
Ketika lingkaran kecil itu masih membentuk lingkaran seutuhnya, kau masih tetap ceria untuk mengeluarkan keluh kesahmu di sana. Berdiskusi bersama, tertawa, bahkan menangis tersedu-sedu. Kau menghayati setiap cerita yang dilontarkan oleh setiap individu di penghujung pertemuan lingkaran.
Ya, itu dulu. Ketika ukhuwah itu terjalin begitu mudahnya. Tempat pertama kali kita dikumpulkan, di sebuah ruangan besar yang begitu teduh itu masih berbekas di ingatan. Betapa repotnya kita saling tunjuk menunjuk ketika memilih seorang “mas’ulah” atau ketua yang akan menjaga keutuhan lingkaran tersebut.
Sekarang lain ceritanya. Berbinarnya matamu untuk mendatangi seminar Internasional X. Langkahmu tanpa beban mendatangi rapat A, B, C dan D. Senyummu  merekah untuk rihlah bersama teman se-perjuangan katanya. Begitu banyak alasan yang dilontarkan hingga rasa malas untuk mendatangi lingkaran itu pun begitu besar. Melingkar seperti robot yang sebenarnya tak tahu ia dapatkan apa di sana. Hanya berjalan, duduk, mendengarkan, tertawa, bahkan ngantuk karena padatnya aktivitasmu di kampus.
Apa yang membuat lingkaran itu kini tak menarik ukhti?

"Mentornya kurang kreatif, hanya itu2 aja agendanya. Kumpulnya cuma 2 jam. Lihat lingkaran lain, mereka bisa sampai 3-4 jam "

Sejatinya, kuantitas bukan segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana materi itu sampai pada “hati” kita. Menyentuh hati, itulah tujuan sebenarnya proses tarbiyah ini. Agar hati-hati kita yang gersang, sempit dan keruh karena problematika selama sepekan itu kembali dipenuhi ruh-ruh yang semangat ber fastabiqul khairat. Bukan dari lamanya ia mendapatkan materi atau berhaha-hihi bersendu ria dengan curhatan-curhatan kita. Bukan.

" Yang datang cuma itu-itu aja, bosen. Masa cuma berdua?"

Itulah fitrah kebaikan, sunatullah bahwa tarbiyah adalah proses seleksi. Wajah ketika lingkaran yang solid itu kini kian berubah hingga mungkin hanya berbentuk segiempat, segitiga atau bahkan garis lurus antara 4 mata saja.
Terkadang memang banyak alasan yang membuat “lingkaran keci” ini tak menarik bagi kita. Jauhnya jarak menuju tempat lingkaran tersebut berada, sempitnya waktu yang kita miliki, kondisi alam yang tak menentu membuat noda ketidakikhlasan di hati kita muncul begitu saja.  Apakah berjama’ah tidak lebih menarik bagimu?
Harus dipahami bahwa lingkaran kecil ini bukan hanya sebatas majelis ilmu maupun sarana pengikat ukhuwah. Jika engkau mengininkan ilmu, bukan di lingkaran ini tempat utamanya. Bukan. Datangi saja majelis ilmu manapun. Jika engkau mengingkan sarana ukhuwah, bukan lingkaran ini pula tempatnya. Kau bisa bersilaturahmi ke sanak saudara, ikut dalam kepanitiaan manapun yang kau mau.

Lingkaran ini seyogyanya adalah sebuah metode, sebuah cara, sebuah strategi, sebuah teknik agar kebaikan ini berjalan di atas keteraturan. Dari sel-sel yang kecil hingga organ lalu bertumbuh lagi menjadi organisme yang hidup dan bergerak (berharokah). Ia adalah basis terkecil dari sebuah jamaah besar yang membentuk rangkaian rantai yang kuat.
Maka ketika meninggalkan lingkaran kecil ini, kau tetap bisa mendapatkan ilmu. Kau bisa merasan ukhuwah islamiyah di luar sana. Tapi TIDAK bisa merasakan peran dalam sebuah gerakan dakwah yang besar membentuk barisan yang rapi dan teratur.
Padahal seudah beribu kali mungkin kau mendengar ini . Semestinya kebaikan itu teroganisir dengan baik. Agar ia bisa mengalahkan kebatilan yang terorganisir dengan baik.
Sebelum kita menyalahkan kondisi, tanyakan pada hati kecil kita. Apakah hati kita sudah cukup bersih dari karat “malas” ? Apakah pintu hati kita terbuka ketika berada di lingkaran itu? Atau bahkan kitalah sebenarnya yang menginginkan pintu itu tak terbuka maupun tak terkunci? Mungkin saja proses tarbiyah itu tak bekembang selama ini. Mungkin saja materi yang masuk dalam otak kita tidak menyatu dalam ruh-ruh kita. Mungkin saja terlalu cintanya kita akan dunia hingga “hidayah” hanya datang menghampiri kita, cukup di sana. Tak ada perkembangan yang begitu berarti, bahkan mungkin stagnan.Tak ada proses mencari tahu, menggali informasi lebih banyak, memfilternya hingga akhirnya bisa dicerna oleh fikr dan ruh kita.
Artikel ini hanyalah sebuah refleksi bagi diri-diri kita mungkin termasuk saya pribadi untuk kembali “tidak menganak-tirikan” lingkaran kecil itu (lagi). Wallahu a’lam.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

please write a comment